Total Tayangan Halaman

Rabu, 22 Januari 2014

Wisata Keluarga "Alun-alun Kidul Yogyakarta"

Sepeda santai dengan lampu warna-warni saat malam


Tutup mata lewati beringin kembar


Ibu Nur, salah satu penjual kitiran


 heh ini mbak Ita yang lagi narsis


Akting doang si 


Beringin kembar saat sore


Yogyakarta, selain kota pendidikan juga memiliki banyak tempat pariwisata. macam-macam pariwisatanya antara lain: candi prambanan, pantai, taman sari, alun-alun kidul serta masih banyak lagi tempat pariwisatanya. Tidak lengkap tentunya jika berkunjung ke Yogyakarta tidak mendatangi pariwisata yang satu ini yaitu alun-alun kidul. Di alun-alun kidul Yogyakarta kita bisa menikmati banyaknya hiburan, seperti becak ontel dengan hiasan lampu warna-warni, kitiran, beraneka macam kuliner makanan dijual di alun-alun kidul Jogja. 
              Jika anda ingin datang kesana sebaiknya saat malam hari. Disana anda akan menjumpai dua beringin kembar, letaknya pas ditengah-tengah alun-alun. kedua beringin tersebut dulunya dijadikan sebagai ajang penyeleksian untuk para calon abdi dalem. Dengan menutup mata 20 meter didepan beringin kemudian berjalan  melintas ditengah-tengah kedua beringin tersebut. Jika berhasil melewati kedua beringin tersebut maka ada niat baik dalam diri seorang calon abdi dalem, sehingga akan diangkat menjadi abdi dalem. Tradisi tersebut hingga saat ini pun masih dipercaya, sehingga tidak asing jika kita menjumpai banyak orang disana mencoba tutup mata melewati kedua beringin kembar tersebut.
        Ini pengalaman saya saat berkunjung dialun-alun kidul Yogyakarta. Saat itu hari kamis, kebetuan waktu itu saya berkunjung pukul 17.15 bersama kawan. Kami ngobrol dan berfoto-foto hingga menjelang magrib. kemudian setelah magrib kami berjalan-jalan menyusuri alun-alun, nah kebetulan ada ibu-ibu penjual kitiran sedang melamun menunggu pembeli. Saat itu juga kami sapa dan ajak ngobrol, namanya ibu Nur. Ngobrol sedikit mengenai alun-alun kidul dan penjualan kitiran. Ibu Nur berjualan dari pukul 18.30 hingga pukul 22.00. Hari rame banyak pengunjung biasanya pas hari libur semisal malam minggu dan saat libur sekolah. Ibu Nur berjualan kitiran mulai tahun 2008 hingga sekarang ya sekitar 6 tahun berjalan. Beliau  berjualan kitiran hanya sebagai sambilan, pagi ibu Nur berjualan gas di rumahnya setelah malam tiba baru berjualan kitiran di alun-alun. Saat musim hujan seperti ini biasanya ibu Nur merasa kesusahan berdagang, biasanya ibu Nur menggunakan payung. Untuk masalah keamanan, ibu Nur juga menjelaskan bahwa di alun-alun tersebut jarang adanya konflik, ada hanya masalah kecil biasanya masalah tempat berjualan dan itu akan diselesaikan dengan berdamai. Dulu sempat banyak pereman juga namun setelah adanya pihak keamanan terciptalah suasana yang aman dan damai. Masalah kebersihan lingkungan sekitar, ada pihak pembersih dan setiap pedagang akan dikenai uang sampah setiap bulannya dengan nominal Rp 5000- saja.
Kata ibu Nur alun-alun ini rame bermula ketika ada pawai mobil tamiya kemudian muncul sepeda santai dengan sepeda variasi lampu warna-warni sampai para pedagang bermunculan disini. Kemudian ada tradisi tutup mata melewati beringin kembar yang konon katanya jika bisa melewati beringin tersebut bisa tercapai keinginannya. Biasanya sih yang melewati beringin kembar tersebut selalu belok ke kiri.
            Kemudian setelah ngobrol-ngobrol dengan ibu Nur, kami menemui salah satu penjual tutup mata namun kebetulan saat itu beliau yang biasa diwawancarai oleh pengunjung tidak datang malam itu. Kemudian hari berikutnya tepatnya malam minggu saya bertemu dengan pak Jumadi yang juga merupakan pemandu wisata sekaligus abdi dalem keraton Yogyakarta, usianya 56 tahun berjalan.
Bapak jumadi menjelaskan bahwa alun-alun kidul tersebut merupakan salah satu obyek terkenal di Yogyakarta. Sebenarnya Alun-alun di Yogja itu ada dua, alun-alun utara dan alun-alun selatan. Alun-alun utara yaitu bagian depan keraton Jogja dan untuk alun-alun selatan ada dibagian belakang keraton. Sejarahnya, dulunya ada kerajaan mataram kemudian mengadakan perjanjian gianti. kerajaan Mataram yang ada di Kota Gede terpecah menjadi dua yaitu  kasultanan Jogja dengan kasultanan  Solo.
Dan pohon beringin di alun-alun tersebut merupakan awal dari pada berdirinya kasultanan Jogja. Di tanam 4 pohon bringin, dua pohon bringin dialun-alun utara dan dua di alun-alun selatan.
            Secara geografis, gunung merapi, tugu Jogja, keraton Jogja dan pintu gerbang laut selatan yang ada di Parangkusumo adalah satu garis lurus. Itu bisa dibuktikan jika masuk di keraton akan di jumpai lukisan gunung merapi, tugu Jogja, keraton Jogja dan pintu gerbang pantai laut selatan satu garis lurus sehingga titik nolnya adalah diperempatan kantor BNI. Kemudian turun tradisi bagi calon abdi dalem yang mau mengabdikan diri kepada keraton Jogja, mereka akan melakukan tes dengan melewati bringin kembar tersebut. Jika dia betul-betul tulus akan diberi kesempatan tiga kali untuk bisa masuk kedalam dua pohon beringin. Pohon beringin tersebut sebenarnya merupakan tradisi, kalau mitosnya adalah jika seseorang yang mempunyai keingianan yang baik maka bisa melewati kedua pohon beringin ini dan bisa terkabul apa yang diinginkannya. Namun hanya mitos bukan sejarah berbeda dengan sejarah jika sejarah itu tertulis dan mitos hanya kepercyaan.
            Dahulu alun-alun tersebut sepi, namun dengan perkembangan tehnologi sehingga banyak TV swasta menyoroti keberadaan alun-alun tersebut. Banyak orang sering melakukan wawancara, sehingga para pengunjung dari manapun, jika datang ke Jogja akan menyempatkan berkunjung ke alun-alun Jogja selatan dan itu akan lebih sempurna tuturnya.
Bapak Jumadi menjelaskan “Kemarin transTV juga meliput disini, ada wendi cagur dan omes keduanya mencoba untuk melewati beringin kembar ini, kalo omes belok ke kanan sedangkan wendi cagur bisa melewati kedua bringin ini”.
            Obrolan-brolan kami sangat menyenangkan, diselingi dengan bercanda. Saya juga menanyakan awal berdirinya alun-alun ini. Lalu dengan santai bapak Jumadi menjelaskan bahwa alun-alun ini berdiri sejak tahun 1755 umurnya sudah mencapai 300an tahun. Umurnya sama dengan keraton Jogja.
            Bapak Jumadi menuturkan bahwa untuk kebersihan alun-alun ini dari dinas kota memang tidak ada tapi kesadaran dari pada masyarakatnya sendiri. Karena masyakat sekitar masih perduli dan mereka merasa dibantu, usaha apapun bisa disini. Dengan begitu Pengunjung akan ramai serta nyaman sehingga mereka para pedagang merasa terbantu.
            Alun-alun utara dan selatan jarang sekali digunakan sebagai kegiatan keraton belum tentu sebulan sekali dua bulan sekali, jika ada kegiatan biasa diadakan di keraton. Biasanya ada lomba burung perkutut. Jika ada pasar malam biasanya akan diselenggarakan di alun-alun utara karena pasar malam rangkaiananya dengan sekaten. Kebetulan di alun-alun utara dekat dengan masjid agungnya. Sekaten ketika itu merupakan sarana untuk menyebarkan agama islam.
Keraton tersebut juga ada pengurusnya, ada koprasi yang mengurusnya. Didepan alun-alun tersebut ada gedung Sasono Hinggil Dwi Abat, yang juga merupakan bagian dari keraton. Biasanya ada pagelaran wayang kulit setiap minggu kedua dan bisa juga disewakan sebagai acara pernikahan.
Bapak Jumadi sesosok orang yang baik, penuh senyuman, kami pun disambutnya dengan sambutan yang baik serta jabat tangan. Lalu setelah itu kami berpamitan untuk melihat-lihat pemandangan alun-alun sekitar.
       Suasana alun-alun kidul memang amat nyaman dan menyenangkan, sepeda santai dengan variasi warna itu merupakan daya tarik para pengunjung, bringin kembar yang ada ditengah juga banyak diminati oleh para pengunjung. Orang-orangnya pun ramah, kita semua tentu tau bahwa Jogja dikenal dengan orang-orang yang ramah serta dengan adat kejawennya yang masih kental. Sehingga alun-alun kidul pun jarang mengalami permasalahan semisal konflik dan sebagainya.
        Itulah sedikit cerita mengenai alun-alun kidul, cobalah untuk berkunjung ke alun-alun kidul ketika anda datang ke Jogja. Karena hal itu akan lebih sempurna dan berkesan. Hehe...

0 komentar:

Posting Komentar